Sebuah artikel di website mengatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkomitmen akan meningkatkan kualitas sistem regulasi, terutama regulasi mengenai perdagangan internasional. Dalam artikel tersebut dikatakan bahwa Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo mengatakan, regulasi yang baik akan terus dikembangkan dalam berbagai perjanjian dan kerja sama perdagangan internasional.
Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan suatu Negara dengan Negara lain atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan. Perdagangan internasional tidak hanya dilakukan oleh Negara maju saja, namun juga Negara berkembang. Perdagangan internasional ini dilakukan melalui kegiatan ekspor impor. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Dibanyak Negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun. Dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, social, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S, bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tariff, atau quota barang impor.
Sedangkan menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira menilai, perjanjian perdagangan yang baru saja dilakukan Indonesia dengan negara-negara anggota European Free Trede Association atau EFTA bakal terbengkalai. Hal itu berkaca pada implementasi perjanjian perdagangan yang telah dibuat sebelumnya.
Bhima mengungkapkan, setidaknya ada empat perjanjian perdagangan bebas yang telah diinisiasi pemerintah dan telah disia-siakan oleh pelaku usaha domestik. Hal itu tercermin dari persentase pemanfaatan Free Trade Agreement atau FTA yang masih di bawah 60 persen.
Seperti di antaranya, Asean Trade In Goods atau ATIGA sebesar 54,7 persen, the ASEAN-Australia-New Zealand FTA atau AANZFTA sebesar 54 persen dengan New Zealand, AANZFTA sebesar 46,4 persen dengan Australia, dan Indonesia-Japan Economic Partnership atau IJEPA sebesar 47,2 persen.
"Selama ini terlalu banyak perjanjian dagang berakhir di atas meja. Tidak banyak pelaku usaha lokal yang manfaatkan perjanjian dagang. Komunikasi dengan stakeholder lemah. Apalagi dengan negara non-tradisional, yang ada justru defisit perdagangan Indonesia melebar," ujarnya kepada VIVA, Senin 17 Desember 2018.
Sementara itu, dari sisi daya saing produk Indonesia yang bakal memperoleh tarif preferensi dari keempat negara tersebut, dikatakannya tidak akan berpengaruh signifikan. Selama masih ada isu-isu negatif yang menyelimuti produk RI.
Salam
Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan suatu Negara dengan Negara lain atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan. Perdagangan internasional tidak hanya dilakukan oleh Negara maju saja, namun juga Negara berkembang. Perdagangan internasional ini dilakukan melalui kegiatan ekspor impor. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Dibanyak Negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun. Dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, social, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S, bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tariff, atau quota barang impor.
Sedangkan menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira menilai, perjanjian perdagangan yang baru saja dilakukan Indonesia dengan negara-negara anggota European Free Trede Association atau EFTA bakal terbengkalai. Hal itu berkaca pada implementasi perjanjian perdagangan yang telah dibuat sebelumnya.
Bhima mengungkapkan, setidaknya ada empat perjanjian perdagangan bebas yang telah diinisiasi pemerintah dan telah disia-siakan oleh pelaku usaha domestik. Hal itu tercermin dari persentase pemanfaatan Free Trade Agreement atau FTA yang masih di bawah 60 persen.
Seperti di antaranya, Asean Trade In Goods atau ATIGA sebesar 54,7 persen, the ASEAN-Australia-New Zealand FTA atau AANZFTA sebesar 54 persen dengan New Zealand, AANZFTA sebesar 46,4 persen dengan Australia, dan Indonesia-Japan Economic Partnership atau IJEPA sebesar 47,2 persen.
"Selama ini terlalu banyak perjanjian dagang berakhir di atas meja. Tidak banyak pelaku usaha lokal yang manfaatkan perjanjian dagang. Komunikasi dengan stakeholder lemah. Apalagi dengan negara non-tradisional, yang ada justru defisit perdagangan Indonesia melebar," ujarnya kepada VIVA, Senin 17 Desember 2018.
Sementara itu, dari sisi daya saing produk Indonesia yang bakal memperoleh tarif preferensi dari keempat negara tersebut, dikatakannya tidak akan berpengaruh signifikan. Selama masih ada isu-isu negatif yang menyelimuti produk RI.
Salam
Comments
Post a Comment